OBAMAKLIK.ID, Palembang–Sepanjang tahun 2021 lalu, hasil pemeriksaan penggunaan anggaran yang dikelola Pemerintah Daerah Terkait penggelontoran dana penanganan pandemi, seperti program Baksos PKH banyak bermasalah. Bahkan ditemukan banyak sekali ASN tingkat Esselon I masuk daftar penerima bantuan.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI), Agung Firman Sampurna usai kegiatan Ngobrol Santai (Ngobras) bersama Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya di aula kantor BPK RI Sumsel, Minggu (12/2/2022). Kegiatan dihadiri banyak alumni, salah satunya anggota DPRD Banyuasin, Ahmad Nassir.
“Masih banyak sekali kita temukan laporan yang masih duplikasi Terkait dana penanganan covid 19 khusus Baksos PKH, bahkan dalam daftar penerima bantuan, ada yang statusnya ASN, Esselon I, II, III dan Esselon IV, ada juga pemilik perusahaan dan pengusaha masuk dalam daftar penerima bantuan, ” kata Agung.
Hasil pemeriksaan dari laporan tersebut, lanjut dia, saat ini masih dalam tahap konfirmasi dan pencocokan dengan program keuangan tingkat pusat dan daerah. Proses analisis tersebut masih dilakukan oleh tim BPK. Jika semuanya sudah tuntas baru bisa dirinci, temuan-temuan apa saja yang didapat.
Dari hasil pengecekan sementara tersebut, kata Agung, persoalan utama bukan pada pola pembagian namun memang data kependudukan yang masih bermasalah sehingga pengelolaan dan kucuran anggaran juga ikut terimbas.
“Datanya bukan kacau tapi bermasalah banyak kami temukan duplikasi, penerima ganda, orang yang tidak tepat sasaran seperti ada pemilik usaha yang masuk dan ikut menerima, padahal golongan ini tidak minta, ini yang kita temukan, ” katanya seraya nggan merinci kabupaten dan kota mana saja di Sumsel yang pendataan dan pola penerimaan yang bermasalah.
“Hasil laporan ini belum bisa kita rilis karena nanti masih dalam tahap analisis, nanti kalau sudah tuntas baru diungkap detail, ” katanya.
Tak hanya menganalisis pola pengelolaan dan kucuran anggaran, BPK juga melakukan penilaian terhadap program penanganan covid di tingkat daerah, terkait dengan pengefektifan anggaran belanja daerah serta refusshing anggaran daerah, apakah sudah tepat sasaran atau belum termasuk dampak yang ditimbulkan serta strategi apa yang dilakukan dalam rangka memaksimalkan program penanganan covid 19 serta untuk mendukung program pemilihan ekonomi nasional.
“Dampaknya terhadap masyarakat, lalu apakah yang sudah dijalankan sesuai dengan alokasi pemerintah pusat dengan perintah daerah. jadi memang sangat detail untuk pemeriksaan dana anggaran covid 19 ini,” katanya.
Dalam diskusi yang berlangsung selama tiga jam, Agung juga menyebut era pandemi seperti memunculkan kekuatan untuk mengubah ekonomi dunia secara cepat namun mengandung ketidakpastian. Dia mengistilahkan seperti orang-orang kaya seperti Mark Zuckerberg yang tidak disangka menjadi pria muda kaya lantaran Facebook langsung mendunia, jadi sarana nomor satu untuk perekonomian dunia namun justru dalam waktu cepat pula yang bersangkutan merugi triliunan lantaran salah berinvestasi.
“Dalam kondisi pandemi seperti ini dalam hal ekonomi memang membutuhkan perubahan yang super cepat tapi hasilnya justru tak bisa ditebak nantinya bakal jadi seperti apa saking cepatnya perputaran ini, ” katanya.
Kondisi inilah yang memunculkan banyak sekali perubahan stigma ekonomi masyarakat dimana yang bisa mengikuti arus perubahan akan menjadi makin kaya namun yang tertinggal akan makin tergilas dan Indonesia, dia lihat belum bisa menyesuaikan kondisi tersebut 100 persen.
“Perlu strongger yang kuat untuk growth up, bangkit, bertahan dan melawan. Ini kunci agar ekonomi di era pandemi ini tetap on the track,” katanya.
Khusus di Sumsel, dia melihat belum ada satu pun kota yang pemerintahannya mampu mandiri secara pembayaran kebijakan fiskal, belum ada yang mampu berdiri secara mandiri dan utuh. Namun untuk yang masuk dalam kategori menuju mandiri sudah ada yakni pemerintah provinsi Sumsel dan Pemerintah Kota Palembang, selebihnya belum ada.
Jika dirunut, kata dia, untuk kota di Indonesia yang mampu mandiri secara utuh dalam hal pembayaran fiskal adalah kota badung dengan skor 0,82.
“Bukan kota Jakarta, bukan kota bandung atau Bali. Justru kota Badung menjadi satu-satunya kota yang bisa mandiri secara pembayaran fiskal selama pandemi. Ini karena penduduk dan pemerintahnya sangat kreatif dalam pengembangan potensi daerahnya sehingga pembayaran fiskal nya tak lagi bergantung dengan pusat lagi, “katanya.
Menurutnya, ada tiga langkah sehingga Kemandirian Fiskal di Sumsel bisa dicapai, yakni perlu gagasan dan strategi khusus untuk meningkatkan kemampuan fiskal, kedua adalah perhatian lebih pemerintah terhadap sektor-sektor perekonomian yang berpotensi berkembang serta perizinan untuk sektor retail dipermudah, sperti perizinan dari BPOM untuk produk andalan Sumsel sehingga bisa bebas dijual di pasaran luar.
Jika tiga langkah tersebut dilakukan secara maksimal maka bukan tidak mungkin capaian kemandirian fiskal bisa terwujud. (Dewi).