OBAMAKLIK.ID, PALEMBANG–Mengacu undang-undang No 7 tahun 2017 bahwa tugas dan wewenang Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan pencegahan dan penindakan jika terjadi kecurangan Pemilu, bukan pengaturan dana dan anggaran.
Hal itu ditegaskan Pengacara sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah Sumatera Selatan, Hasanal Mulkan, SH, MH, CPCLE, CBCLS, CPA, CCCLE, CPArb usai gelaran Persidangan terdakwa atas nama Munawir, yang merupakan Ketua Bawaslu Muratara, Rabu (27/7/2022) yang didakwa melakukan penyelewengan anggaran dana hibah tahun 2019-2020 di Bawaslu Muratara.
Persidangan terdakwa Munawir digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang (PN) pada Selasa (26/7/2022) kemarin dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, yakni Duman Facsal, Kepala BPKAD dan Izhar yang menjabat sebagai Kabid Anggaran, untuk terdakwa Munawir, Ketua Bawaslu, M Ali Asek, Paulina, Kukuh Reksa Prabu, Siti Zahri, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat.
Hasanal Mulkan mengatakan kliennya sama sekali tidak mengetahui adalah aliran dana dari Bendahara ke bagian Kesekretariatan lantaran lebih fokus pada teknis pengawasan dan pengelolaan tindakan di lapangan. Dan itu sesuai dengan tupoksi kerja yang diatur dalam UU no 7 tahun 2017 tentang tugas dan wewenang ketua Bawaslu.
Yakni, kata Mulkan, melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu.
“Artinya Ketua Bawaslu tidak berwenang ikut campur dalam pengelolaan keuangan, karena draf anggaran sudah ada atau sudah disusun sebelumnya oleh tim anggaran, ” katanya.
Kondisi ini juga diperkuat dengan kesaksian Indri, staf Bendahara Bawaslu mengaku melakukan pencairan dana sebesar Rp 200an juta secara sendiri. Dan uang tersebut langsung diberikan kepada Tirta di bagian Kesekretariatan.
“Fakta persidangan dari kesaksian Indri memang mengakui tak ada keterlibatan klien saya, Munawir saat pencairan dana tersebut, ” katanya.
Terkait tanggungjawab laporan keuangan di Bawaslu, juga bukan tupoksi ketua bawaslu karena itu wewenang penuh bendahara. Lebih lanjut, kata Mulkan, Ketua Bawaslu, sekali lagi, lanjut Mulkan, sekedar pengawasan kinerja pokok.
Termasuk dalam hal penandatanganan Fakta Integritas yang notabene mengatasnamakan lembaga, yakni Bawaslu, bukan subjek Ketua bawaslu sebagai penanggungjawab penuh semua hal.
Bahkan tanpa seizin ketua pun, pencairan keuangan bisa dilakukan hanya melalui Bendahara saja.
Dengan fakta yang ada di persidangan dari saksi yang dihadirlkan, tidak ada pengakuan dari saksi di persidangan terkait keterlibatan Ketua Bawaslu Muratara.
“Bahkan itu dilakukan tanpa sepengetahuan ketua dan ini jelas adalah fakta persidangan, terkait tuduhan JPU saya lihat belum bisa dibuktikan,” katanya.
Diketahui kliennya Munawir saat ini juga sudah menjalani masa penahanan di LP Lubuk Linggau sejak awal April lalu.
Persidangan secara online itu merupakan sidang pertama, dari 47 saksi yang bakal dihadirkan, untuk tahap pertama sebanyak tiga saksi sudah memberikan kesaksian untuk para terdakwa dihadapan
majelis hakim, Efrata Heppy Tarigan SH MH
Dalam fakta persidangan, kedua saksi dicecar pertanyaan oleh majelis hakim, terkait proses pencarian dan pertanggung jawaban dana hibah yang dikucurkan Pemerintah Kabupaten Muratara sebesar Rp 9,5 Miliar, untuk pelaksanaan kegiatan Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden tahun 2019 dan Pilkada Muratara tahun 2020, diduga ada penyelewengan dana sebesar Rp 2,5 miliar.
Dalam dakwaan JPU menjelaskan, para terdakwa telah melakukan dugaan korupsi dana hibah tahun anggaran 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp 2,5 miliar, dari nilai total dana hibah sebesar Rp 9,5 miliar, untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres di tahun 2019 serta pilkada Muratara di tahun 2020.
Untuk pelaksanaan kegiatan Bawaslu Muratara, disinyalir ada kegiatan yang di Mark-up, diantaranya biaya sewa gedung laboratorium komputer SMA Bina Satria, untuk seleksi anggota pengawas kecamatan (Panwascam) berbesar Rp 40 juta, akan tetapi dari pelaksanaan tersebut pihak sekolah hanya menerima Rp 11 juta.
Selain itu, untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp 30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada, serta dana hibah Bawaslu juga diberikan kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp 100 juta atas inisiatif terdakwa Munawir selaku Ketua Bawaslu.
Atas perbuatannya, JPU menjerat para terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (dewi).