Obamaklik.id
JAKARTA | Kondisi masyarakat pedesaan harus terpuruk akibat harga pertalite yang begitu menakutkan.
Masyarakat di berbagai desa di Jawa Barat, misalnya, harga pertalite dibandrol seharga Rp 14.000 perliter. Padahal pemerintah telah mematok harga pertalite Rp 10 ribu perliter.
Kondisi memprihatinkan ini mendapat perhatian penuh dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattili.
Terkait tingginya harga pertalite yang dialami warga desa itu, LaNyalla meminta pemerintah dan Pertamina bisa memperhatikan kondisi ini.
“Pertamina harus menjamin seluruh masyarakat yang tak mampu untuk menjangkau BBM subsidi, termasuk untuk masyarakat pedesaan,” tegas LaNyalla.
Perhatian serius itu dilakukan LaNyalla melihat beban masyarakat pedesaan akibat pemberlakuan harga yang sewenang-wenang. “Padahal pemerintah sudah mematok harga pertalite seharga Rp 10 ribu,” kata LaNyalla.
Dari kondisi yang sangat memberatkan itu, masyarakat Majalengka mengadukan persoalannya ke LaNyalla.
“Pengaduan itu kita terima, karena warga harus membayar harga pertalite seliternya Rp 15 ribu. Ini harga yang sangat memberatkan,” jelas LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu mengingatkan bahwa Pertamina penetapan harga minyak pertalie di pedesaan harus dilakukan pengawasan secara ketat.
Menurut dia, Pertamina perlu memberikan kebijakan lebih dengan kondisi itu. Apalagi Pertashop hanya menjual pertamax di pedesaan.
Menurut LaNyalla, BUMDes sebenarnya bisa menjual BBM dengan harga yang merata lewat Pertashop. Sayangnya Pertashop hanya menjual BBM jenis pertamax.
Terkait masalah itu, bisa menjual BBM bersubsidi sehingga masyarakat di pedesaan bisa menikmati BBM sesuai harga di pasaran.
Untuk beberapa kasus di pedesaan, misalnya, terutama desa-desa di kawasan pegunungan yang sulit dijangkau truk tangki, masih harus dimungkinkan untuk diskresi.
“Tapi harus ada rekomendasi dari kelurahan melalui mekanisme yang sudah ada. Artinya, kades atau lurah, intens berkoordinasi dengan jajaran di atasnya, termasuk pihak kepolisian untuk menjamin distribusi,” ujarnya.
Di Madiun, misalnya. Saat petani membutuhkan BBM untuk mengisi genset yang dioperasikan untuk air sawah, bupati meminta agar Pertamina bisa mengalokasi BBM-nya.
“Kemudian Pertamina bisa menyalurkan BBM-nya ke pedesaan yang mengalami ketinggian harga BBM. Ini yang perlu dicermati pemerintah melalui Pertamina,” ujar LaNyalla.
Sementara itu, pengamat kebijakan pemerintah untuk konsumen masyarakat, Dr Nur Kholis SH MA, mengatakan sangat menyayangkan adanya perbedaan harga BBM yang sangat mencolok.
“Kebijakan harga BBM memang harus diberlakukan seragam dari kota hingga ke desa terpencil,” ujar Nur Kholis.
Nur Kholis yang juga seorang staf khusus bidang hukum Polri, mengatakan Pertamina harus konsisten memperhatikan kebaikan harga BBM.
Pemberlakuan harga minyak yang merata di Indonesia itu, perlu ditinjau langsung oleh pihak Pertamina. Sebab daerah terpencil dari perhatian, biasanya menjadi “makanan empuk” bagi pihak tertentu.
“Maka itu saya berharap agar pihak Pertamina segera memantau langsung kondisi harga BBM yang dipatok pihak tertentu senilai Rp 15 ribu seliternya,” ujar Nur Kholis menutup perbincangan. (*)
Laporan Anto Narasoma