Obamaklik.id Palembang,- Amandemen ketiga undang-undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwasanya kekuasaan kehakiman tersebut menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman yaitu bersifat Merdeka pasalnya hal ini diselenggarakan untuk peradilan guna menegakkan suatu keadilan. Mahkamah agung sebagai salah satu contoh tertinggi yang mempunyai posisi strategis dan peran dalam bidang kekuasaan sebagaimana kekuasaan kehakiman dibagi menjadi 4 lingkup dari fungsi tersebut salah satunya adalah administrasi personil dan finansial serta sarana dan. Dalam kebijakan ini diterapkan kebijakan satu atap yaitu memberikan tanggung jawab dan memberikan tantangan dikarenakan Mahkamah agung sendiri dituntut untuk menjelaskan keberhasilan atau kemampuannya dalam mewujudkan suatu organisasi lembaga yang sangat profesional efektif dan efisien pada nantinya. Konsekuensi pernyataan satu atap ini diatur dalam sebuah undang-undang yaitu undang-undang Nomor 35 tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang nomor 14 tahun 1970 yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dan telah direvisi oleh undang-undang nomor 4 tahun 2004 serta diperbaiki kembali melalui undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
Konsekuensi dari penyatuan atap di suatu Mahkamah agung diberlakukan untuk mengetahui beberapa kewenangan yang begitu besar bagi Mahkamah agung maupun komisi yudisial sendiri sehingga dapat muncul adanya suatu kekhawatiran yang mana pilihan tersebut melakukan monopoli sebuah kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah agung, oleh sebab itu selalu dilakukan sebuah upaya pembatasan atau kewenangan tersebut dengan dibentuknya lembaga Suatu kehormatan atau hakim yang mempunyai tugas mengawasi perilaku Hakim dan memberikan rekomendasi jika Hakim melakukan sebuah kesalahan atau melakukan sebuah final kesalahan yang mana karena kesalahan ini sesuai dengan kehormatan Hakim dan menjaga martabat baik Hakim dalam lembaga tertinggi peradilan tersebut.
Seringkali terjadi kesalah pahaman antara lembaga Mahkamah agung baik komisi yudisial dikarenakan terbentuknya lain-lain fungsi yang tidak bagaimana semestinya berada dalam suatu atap atau suatu pertanggung jawaban sebuah instansi salah satunya adalah contoh dalam penerapan yang akan datang yaitu penerapan pemilu yang mana Mahkamah agung sendiri Memiliki kehormatan dan juga kemuliaan atau biasanya disebut sebagai penjagaan nama baik yang harus dijaga dan dipertahankan sebaik mungkin oleh para hakim melainkan dalam menjalankan segala fungsi pengadilan yang ada di Indonesia.
Kehormatan kehakiman biasanya terlihat pada suatu putusan yang dibuat atau diterbitkan melalui sebuah pertimbangan yang melandasinya salah satunya adalah keseluruhan suatu proses dalam pemungutan suatu keputusan yang mana bukan menjadikan hal yang berlandaskan pada peraturan undang-undang melainkan berlandaskan pada rasa keadilan yang timbul dalam masyarakat. Kalau bukan suatu martabat dapat ditingkatkan melalui satu sifat manusia atau harga diri yang tidak dapat disempurnakan secara langsung atau tidak dapat dimiliki secara langsung tetapi bisa dijaga dan dipertahankan oleh pihak-pihak masa kehakiman melalui tindakan atau sifat atau perilaku yang bersifat mencerminkan budi pekerti atau Budi luhur hanya dengan sikap atau perilaku yang tidak mencerminkan dalam peraturan perundang-undangan maka suatu Hakim bisa dianggap tidak mematuhi peraturan. Arti profesi hakim merupakan profesi yang mulia atau biasanya profesi hakim disebutkan dengan bahasa officionable. Sedangkan sebuah martabak diperlihatkan dengan tingkat bagaimana hakikat manusia itu diukur sekaligus harga. Tugas komisi yudisial adalah mengawasi agar perilaku Hakim menjadi baik atau good conduct, sehingga dapat menjadi sebuah petunjuk atau simbol mengenai beberapa pentingnya infrastruktur sistem etika perilaku dalam sistem sebuah ketatanegaraan undang-undang Dasar 1945.
Komisi yudisial sendiri sebagai salah satu contoh lembaga negara yang badan atau bersifat memiliki penunjang terhadap beberapa lembaga kekuasaan kehakiman secara aktual maupun komisi yudisial biasanya disebut sebagai dengan Mahkamah agung dan Mahkamah Konstitusi. Banyak yang berpikiran bahwa komisi yudisial adalah lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan negara secara langsung hal tersebut salah dikarenakan fungsi negara secara langsung dijalankan oleh lembaga yudikatif eksekutif maupun legislatif komisi yudisial hanya bertugas untuk mengawasi atau menunjang tegaknya Suatu kehormatan maupun keluhuran martabat dan perilaku seorang Hakim. menurut undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang komisi yudisial ditemukan dalam pasal 2 bahwa komisi yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Menjelaskan bahwasanya komisi yudisial bersifat independen bebas dan harus dibebaskan dari intervensi atau pengaruh-pengaruh buruk dari cabang-cabang yang ada maupun cabang-cabang kekuasaan yang dibentuk oleh negara lainnya atau lembaga lainnya komisi yudisial tidak wajib bertanggung jawab mengenai undang-undang dalam pasal 38 undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 dijelaskan bahwasanya komisi yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui dewan perwakilan rakyat yang dilaksanakan dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Komisi yudisial adalah lembaga negara yang lahir dalam tuntutan reformasi atau biasanya disebut dengan formasi hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan atau melaksanakan reformasi peradilan terputus dalam posisi sebagai lembaga pengawasan eksternal Hakim dan tidak mungkin lembaga negara yang diberi nama komisi yudisial membiarkan terus terjadinya praktek penyalahgunaan wewenang khususnya pada kekuasaan kehakiman di Indonesia sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada undang-undang nomor 22 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman tersebut. Seiring dengan tugas atau kewenangan yang telah dijalankan oleh komisi yudisial seringkali terjadi problematika suatu pendapat dalam memahami berbagai aspek-aspek pokok dalam lembaga secara proporsional baik oleh Mahkamah agung maupun oleh komisi yudisial dalam mengawasi sebuah kode etik atau kode perilaku Hakim yang idealnya komisi yudisial harusnya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik jika ia mendapatkan dukungan dari Mahkamah agung.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penjabaran di atas bahwasanya suatu pengawasan yang telah dilakukan oleh komisi yudisial dan Mahkamah agung dalam konteks menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku Hakim komisi yudisial dan Mahkamah agung seharusnya tidak berfokus dalam melakukan tindakan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim saja namun harus berorientasi pada upaya meminimalisasi jumlah hakim yang melakukan pelanggaran dan tidak patuh terhadap undang-undang yang berlaku yang mengatur tentang kesejahteraan Hakim, sementara itu Mahkamah Agung juga perlu menjelaskan antara posisinya sebagai penyeimbang Mahkamah agung dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Hakim, untuk modal pengawasan yang sangat baik dilakukan adalah pengawasan yang dilakukan dalam tujuan untuk mencari-cari kesalahan namun tidak memastikan bahwa kinerja para hakim telah sesuai dengan kode etik atau kode harmonisasi Hakim dalam hal ini menunjukkan bahwa komisi yudisial perlu menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Mahkamah agung harmonisasi ini pada dasarnya akan menjaga kinerja komisi yudisial dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya sebagai lembaga negara yang berdaulat lembaga negara yang bersifat sebagai pengawas eksternal oleh Mahkamah agung dan 4 lingkungan peradilan di bawahnya untuk menjaga menegakkan kehormatan keluarga Hakim dan perilaku Hakim sesuai dengan kode etik Hakim. (Artikel/ Ocha)
Sumber artikel
WAHYUNI SAPITRI
Peserta klinik etik dan advokasi fakultas hukum universitas sriwijaya