Obamaklik.id Palembang,- Dari kabar yang tak enak ditangkap seniman bahwa hasil pertemuan antara Pj Walikota Palembang Dr Ucok Abdulrauf Damenta SSos dan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang Ir H Alfan Prapanca MT. Mereka membicarakan GKP untuk difungsikan sebagai pusat bisnis kuliner untuk pengembangan wisara sungai di kawasan Benteng Kuto Besak. Bahkan rencana memfungsikan GKP itu tampaknya bakal diwujudkan dengan lebel Kuto Besak Theatre Restaurant (KBTR).
Mengapa begitu? Yah, GKP yang baru saja diserahkan Pemerintah Kota Palembang yang saat itu Walikotanya Harnojoyo, telah menenteramkan kegelisahan para seniman, pelaku seni, dan budayawan yang selama ini, kegiatan seni seolah dibiarkan tanpa disediakan gedung kesenian.
Dalam perbincangan antarseniman setelah penyerahan Anugerah Batanghari Sembilan 2024 di Balroom Hotel Swarna Dwipa, Sabtu malam, 2 Agustus 2024, jika rencana itu jadi dilakukan, ratusan seniman dan budayawan dari berbagai sudut Kota Palembang bakal turun ke jalan.
Menurut Tarech, pemerintah harus mempertimbangkan persoalan ini secara matang. Artinya, tanpa melibatkan seniman, tiba-tiba ada pertemuan antara Pj Walikota Ucok Abdulrauf Damenta dan Disbud Kota Palembang untuk memfungsikan gedung itu yang akan dijadikan restoran, ini sangat merendahkan nilai kesenian dan kebudayaan di Kota Palembang.
“Kondisinya nanti akan menjadi situasi yang tidak kondusif. Jika terjadi kemarahan dari para seniman, suasananya bakal kacau,” tegas Tarech.
Memang, sebelum gedung kesenian itu diserahkan ke para seniman, suasananya sangat tidak berpihak. GKP yang dibangun sebagai gedung Balai Pertemuan Kota Palembang itu difungsikan bagi kegiatan yang tak sesuai dengan peruntukannya.
Selain untuk kantor Satuan Polisi Pramong (Satpol PP) selama sekian tahun, kemudian gedung itu dijadikan lokasi penjualan makanan (mirip rumah makan).
Dampak buruk dari semua itu, keadaan Balai Pertemuan sangat memprihatinkan. Selain plafon dan kondisi listrik terjadi kerusakan, daun pintu dan jendela GKP satu per satu dipreteli dan dicuri pihak tertentu.
Bahkan dalam kondisi rusak, gedung itu diserahkan ke pihak Basnaz. Akibat diabaikan selama bertahun-tahun, keadaan gedung seperti kondisi “kuburan tua”.
Padahal, sejak dibangun kali pertama, gedung itu difungsikan sebagai ruang pementasan seni, di antaranya sandiwara, tari, bernyanyi, dan menari.
Karena gedung Balai Pertemuan itu seperti “rumah hantu” yang ditelantarkan, akhirnya seniman marah dan melakukan aksi unjuk rasa.
Para seniman yang tergabung di Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) sepakat turun ke jalan. Mereka berdemo di depan kantor Walikota Palembang terkait fungsi dan keadaan gedung seni Balai Pertemuan.
Begitu sukacitanya seniman diserahi gedung tersebut. Bahkan tanpa minta imbalan sepeser pun, para seniman membersihan, memperbaiki, dan bahkan menghidupkan kembali listrik yang sudah kadung mati selama gedung itu terlantar.
Ketua Kerukunan Keluarga Pedangdut Palembang Salman Anchok, mengajak ratusan anggotanya untuk membersihkan gedung dan pelataran yang sudah dipenuhi semak belukar.
Bersama-sama dengan sejumlah seniman lukis, seniman teater, senima musik, dan seniman sastra, mereka merawat dan membersihkan gedung tanpa minta imbalan apapun.
Sementara para seniman yang berkolaborasi ketika menerima kabar GKP bakal difungsikan sebagai restoran sepakat untuk demo besar-besaran.
“Andaikan kesepakatan antara Pj Walikota dengan Disbud Kota Palembang jadi diwujudkan, kita akan mengerahkan semua seniman dan budawan yang ada,” tegas pelukis Marta Astra. (anto narasoma)