Obamaklik.id Palembang,- Sudah menjadi fenomena sosial, mengenai stigma perempuan agar jangan sekolah tinggi-tinggi nanti sulit dapat jodoh, jangan terlalu pintar nanti laki-laki merasa dirinya tidak berguna.
Teman-teman pintar itu tidak hanya dinilai dari satu aspek saja, tapi dari dua aspek yaitu pintar secara kognitif dan emosional. Menurut Tan Malaka, tujuan pendidikan salah satunya adalah untuk memperhalus perasaan.
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar. Dari proses ini setiap individu akan mengenali lingkungan, dan dapat menyesuaikan diri. Menurut Goleman seorang Psikolog dari California, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Dengan adanya empati, membuat seseorang mampu menumbuhkan koneksi secara emosional dengan orang lain sehingga akan tercipta rasa peduli dan tulus pada suatu hubungan.
Perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi laki-laki. Tapi agar mampu saling menghargai sehingga akan menimbulkan potensi-potensi baik kedepannya. Bukan untuk berdebat tentang siapa yang paling hebat, tapi agar mampu embangun relasi romantis sebagai salah satu pilar hubungan yang sehat. Mengutip dari jurnal mutual respect dari University of California yang memiliki arti perjalanan dua arah dari setiap pasangan untuk mencari makna, memberi pengakuan, dan menimbang dengan penuh perhitungan terhadap pikiran, perasaan, dan pilihan pasangan. Dengan adanya hubungan seperti itu maka akan ada sikap merasa saling di dengar dan di hargai karena perbedaan itu suatu keniscayaan bagi dua manusia dewasa, yang sudah mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk menurut pandangan subjektif masing-masing. Pintar juga tentang mengelola rasa toleransi yang besar untuk menyatakan sepakat meski sangat bertentangan dengan hati ketika menerima suatu pandangan yang berbeda.
Untuk para perempuan, yang menemui stigma-stigma mengecilkan perempuan, mempersempit langkah, mengekang daya pikir; jangan terlalu pintar nanti susah dapat jodoh, nanti akan jadi pembangkang, dan lain sebagainya. Mari sama-sama merubah pola pikir demikian. Perempuan jangan pernah merendahkan nilainya hanya untuk menyamakan nilai kepada laki-laki yang pemahamannya masih terbelenggu. Jangan takut dengan label perempuan kepintaran karena berpendidikan bukan untuk menyaingi tapi sama-sama meningkatkan kualitas diri.( Artikel/ Ocha)