OBAMAklik.id , JAKARTA – Mantan Bupati Kabupaten Tanah Bumbu sekaligus kader PDIP Mardani Maming resmi ditetapkan sebagai buronan oleh KPK. Ia menyusul kader PDIP lainnya yakni Harun Masiku yang sejak 2020 telah berstatus buronan.
Maming dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK pada hari ini, Selasa (26/7). Dengan status ini, aparat penegak hukum lain mempunyai wewenang untuk membantu mencari dan menangkap Maming.
Tindakan hukum ini dilakukan setelah kemarin, Senin (25/7), KPK gagal menjemput paksa Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu lantaran sedang tidak berada di apartemennya di Jakarta Pusat.
Maming dinilai KPK tidak kooperatif karena selalu mangkir dari panggilan penyidik sebanyak dua kali. Panggilan kedua dilayangkan pada Kamis, 21 Juli 2022.
Ia diproses hukum oleh KPK lantaran diduga telah menerima Rp104 miliar terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memanggil orang-orang dekat Maming seperti adik dan istrinya. Namun, mereka mangkir dengan alasan menunggu putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dibacakan pada Rabu (27/7).
Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menjelaskan tak ada dasar hukum apa pun yang menyatakan Praperadilan dapat menghentikan proses penyidikan.
“Proses Praperadilan hanya untuk menguji syarat formil keabsahan bukan untuk menguji substansi penyidikan,” terang Ali.
Maming bersama dengan adiknya yang bernama Rois Sunandar H. Maming telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022.
Harun Masiku
Tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku telah menghilang lebih dari 900 hari.
Eks calon legislatif (caleg) PDIP itu masuk ke dalam daftar DPO KPK pada 20 Januari 2020 silam. Meski KPK mengklaim terus bekerja, tetapi informasi mengenai perkembangan pencarian Harun nihil.
Dalam proses penanganan kasus ini, KPK telah mengirim surat permohonan penerbitan red notice e Sekretaris National Central Bureau (NCB) untuk memburu Harun 31 Mei 2021.
Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang mempunyai tugas mengawasi lalu lintas seseorang untuk masuk dan keluar wilayah RI.
Harun diproses hukum karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Kasus ini terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 8-9 Januari 2020, dua tahun lalu, di sejumlah lokasi seperti Jakarta dan Depok. Harun saat itu tidak ikut ditangkap. KPK hanya berhasil menangkap Wahyu bersama tujuh orang lainnya.
Sementara itu, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDIP, M. Nurdin mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. Dia pun yakin Mardani Maming akan mengikuti proses hukum.
“PDIP senantiasa menghormati segala proses hukum yang berjalan dan karenanya pula tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum manapun termasuk KPK dalam perkara ini,” kata Nurdin, Selasa (26/7).