Obamaklik.id |
Sikap tegas itu dinyatakan Syaiful Fadli saat wawancara dengan awak media ini. Menurut dia, kenaikan ongkos keberangkatan haji itu sangat membebani masyarakat.
“Uang keberangkatan haji yang dibayar masyarakat selama puluhan tahun itu kemana?” ujar Syaiful Fadli, Kamis (25/1/2023).
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPRD Sumatera Selatan tersebut, 50% jemaah calon haji itu masyarakat menengah ke bawah.
Maka apabila kebijakan kenaikan ongkos keberangkatan haji itu diberlakukan, katanya, ini sangat membebani masyarakat.
“Dulukan ada dana abadi umat. Kok dana itu digunakan untuk subsidi APBN? Harusnya dana umat tersebut dikembalikan ke umat terlebih dahulu,” tegasnya.
Menurut dia, kebijakan negara Malaysia yang telah mengembalikan dana umat ke masyarakat adalah sikap yang sangat bagus.
“Itu kebijakan yang sangat bagus. Seharusnya, kebijakan di negara kita ini tidak terlalu mahal kalau lewat bagi hasil,” ungkapnya.
Terkait ongkos keberangkatan haji itu, kata Syaiful Fadli, jangan sampai calon jemaah haji itu “dikorbankan”. Sebab mereka yang sudah menyetor uang selama betahun-tahun itu gagal berangkat karena tidak ada biaya tambahan seperti yang disebutkan pak menteri agama.
Fadli mengatakan karena kecintaan mereka kepada Allah SWT, ada di antara calon jemaah haji itu yang menjual rumahnya karena semata-mata ingin berangkat haji.
Tak hanya rumah, tanah, bahkan sawah tempat mereka mencari nafkah pun mereka jual agar memperoleh kursi haji yang antreannya hingga puluhan tahun.
“Karena itu kami menolak adanya rencana kenaikan ongkos haji,” tegas Syaiful Fadli.
Apabila dana haji itu dikelola dengan baik, katanya, maka para jemaah calon haji tak perlu mengeluarkan biaya tambahan, meskipun ada sejumlah poin yang mengalami kenaikan.
Terkait soal itu, harusnya pemerintah mengelola dana haji yang sudah dititipkan masyarakat selama puluhan tahun. Karena itu sebaiknya dikelola pemerintah secara jujur dan transparan.
“Sekali lagi saya tegaskan, PKS menolak adanya rencana kenaikan ongkos haji tersebut,” ujar Syaiful Fadli menutup perbincangan. (*)
Laporan Anto Narasoma