Ia menyebutkan, mayoritas wilayah di Palembang adalah rawa.
Karena itu, untuk membangun, masyarakat maupun developer mesti menimbun rawa itu.
Hanya saja saat ini di kawasan yang 60% didominasi rawa ini, ditemukan banyak sekali penimbunan rawa tanpa izin.
“Dengan izin maka akan ditentukan kawasan mana saja yang boleh dan harus ada yang disisakan. Boleh timbun lahan rawa tapi menyisakan ruang 30% untuk ruang air,” kata Marlina.
Jika jelas lahan rawa tersebut bukan lahan konservasi, dan bukan milik yang bersangkutan, maka aturannya kalau dilakukan timbunan maka ada ketentuannya.
“Lahan rawa 30 tidak boleh bangun. 70 persen untuk dibangun dibagi 40 persen untuk fasum/fasos, dan sisanya 60 persen untuk dimanfaatkan atau dibangun,” Marlina menjelaskan.
Dalam ketentuan aturan, tanah rawa konservasi tidak boleh dibangun.
Tanah rawa non konservasi milik sendiri boleh dibangun, tapi dengan syarat dan ketentuan aturan yang berlaku sesuai dengan aturan.
“Jikapun lahan non rawa kalau timbun juga harus ada izin, maka petugas dari tim timbunan akan melakukan observasi, cek lapangan, evaluasi, dan lainnya. Intinya tetap menyisakan ruang untuk air berdasarkan kajian drainase,” ujar Marlina.
Ia menyampaikan, tim penimbunan itu bersama dengan camat, stake holder terkait melakukan kontrol terhadap setiap pembangunan yang dilakukan, mulai dari lahan tersebut memiliki izin timbunan atau tidak.
Sebab, peran pemerintah dalam hal ini penting. Selain sebagai antisipasi atau pencegahan banjir, juga untuk mempertanggungjawabkan peran serta pemerintah dalam pengawasan.
“Pemerintah kota Palembang mendapatkan teguran langsung dari KemenATR soal tata ruang, kemudian kita juga dituntut WALHI karena 43 lokasi tidak sesuai tata ruang. Dari mana ini muaranya, dari pembangunan awal soal lahan yang ditimbun untuk dibangun,” ujar Marlina.
Ia mencontohkan Hotel Santika Premier Bandara, itu pembangunan nya tidak sesuai, hingga akhirnya mereka melakukan penggantian lahan kurang lebih 5000 m2. ”
Karena itu, melalui Tim timbunan ini, bukan hanya kita dari pemerintah saja, camat, lurah, tim timbunan, tapi juga masyarakat harus selalu aware (perhatikan) setiap pembangunan yang ada di sekitarnya sudah sesuai atau belum,” katanya.
Adapun persyaratan penimbunan untuk pemanfaatan rawa dan lahan harus melalui DPMPTSP Kota Palembang, yakni dengan menyiapkan sejumlah lampiran.
Yakni melampirkan rencana reklamasi rawa, foto kopi bukti penguasaan tanah yang disahkan oleh pejabat berwenang.
Kemudian melampirkan advice planning (nasehat perencanaan) dari Dinas Tata Kota Palembang.
Melampirkan rekomendasi ke lurah dan dan camat setempat.
Selanjutnya, melampirkan persetujuan tetangga untuk menimbun rawa yang diketahui oleh ketua RT setempat.
Reklamasi rawa yang menimbulkan dampak negatif penting dan negatif tidak penting, perlu melakukan kajian lingkungan hidup (AMDAL/UKL-UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)